clixsense

Kamis, 29 Maret 2012

SKIZOFRENIA

SKIZOFRENIA
1. PENGERTIAN SKIZOFRENIA
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah (split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality) (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) buruk (Hawari, 2003).
Gangguan Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan beperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2005).
2. ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Menurut Maramis (1994), faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya Skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Keturunan
Faktor keturunan menentukan timbulnya skizofrenia, dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8%, bagi saudara kandung 7 – 15%, bagi anak dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Skizofrenia 7 – 16%, bila kedua orang tua menderita Skizofrenia 40 – 68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 – 15%, bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
b. Endokrin
Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau peuerperium dan waktu klimakterium.
c. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
d. Susunan saraf pusat
Ada yang berpendapat bahwa penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortex otak.
e. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah tetapi merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Terjadi kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
g. Eugen Bleuler
Skizofrenia, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
h. Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lesi otak, arterosklerosa otak dan penyakit yang lain belum dikettahui.
i. Skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatik, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatik dari gangguan psikogenik.
3. GEJALA KLINIS SKIZOFRENIA
Gambaran gangguan jiwa skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah mempunyai cirri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun). Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya. Gejala – gejala Skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu gejala positif dan gejala negatif.
a. Gejala positif Skizofrenia
Gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebgai berikut :
1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak das umber dari suara atau bisikan itu.
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-madir, agresif, bicara dengan semangat dan gembiran berlebihan.
5) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.
6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
7) Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala-gejala positif skizofrenia amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan salah satu motivasi keluarga membawa penderita berobat.
b. Gejala negatif skizofrenia
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut :
1) Alam perasaan (affect) “tumput” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajag yang tidak menunjukkan ekpresi.
2) Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3) Kontak emosional amat ‘miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5) Sulit dalam berpikir abstrak.
6) Pola pikir stereotip.
7) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, menoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).
Gejala-gejala negatif skizofrenia seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap tidak “mengganggu” sebagaimana halnya pada penderita skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif
4. JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Penderita skizofrenia digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Adapun pembagian skizofrenia (Maramis, 1994) adalah sebagai berikut :
a. Skizofrenia simplex : sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses pikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
b. Skizofrenia hebefrenik : permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang menyolok ialah : gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Waham dan halusinasi banyak sekali.
c. Skizofrenia katatonik : timbulnya pertama kali antara umur 15 – 30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia paranoid : gejala-gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai waham-waham sekunder dan halusinasi. Pada pemeriksaan yang teliti adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut : gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dank lien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadrn mungkin berkabut.
f. Skizofrenia residual ialah keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primer, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
g. Skizo-afektif ; gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.
5. TERAPI (PENGOBATAN) SKIZOFRENIA
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikorelegius (Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
2) Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat gejala positif maupun negatif skizofrenia.
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
5) Tidak menyebabkan kantuk.
6) Memperbaiki pola tidur.
7) Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
9) Kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (single dose).
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).
1) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol, Serenace).
2) Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine (Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (Pramorbid), adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
1) Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.
2) Psikoterapi Re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
3) Psikoterapi Re-konstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi utuh seperti semula sebelum sakit.
4) Psikoterapi Kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk.
5) Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
6) Psikoterapi Perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu (maladatif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).
7) Psikoterapi keluarga, dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.
c. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita Skizofrenia dimaksudkan gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar.
6. KRITERIA SEMBUH KLIEN SKIZOFRENIA
Menurut Handayani (2008), kriteria sembuh untuk klien skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Remisi (sembuh bebas gejala) menunjukkan klien, sebagai hasil terapi medikasi terbebas dari gejala-gejla skizofrenia, tetapi tidak melihat apakah klien dapat berfungsi atau tidak.
b. Recovery (sembuh tuntas), mencakup disamping terbebas dari gejala-gejala halusinasi, delusi dan lain-lain, klien juga dapat bekerja atau belajar sesuai harapan keadaan klien dan masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, I.S., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Refika Aditama, Bandung
Hawari, D., 2003, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Maramis, W.F., 1994, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar