BEBAN KERJA PERAWAT
PENDAHULUAN
Setiap
masyarakat berhak mendapat pelayanan kesehatan dengan kinerja yang
terbaik dari perawat dan tenaga kesehatan, oleh karena itu pemberian
pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama bagi negara dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya. Namun, pelayanan kesehatan
yang terjangkau dan bermutu sulit dilaksanakan jika kualitas kehidupan
kerja terpuruk, dan suplai tenaga kesehatan serta sistem kesehatan tidak
memadai. Untuk mencapai ketenagaan yang optimal perlu diperhatikan
upaya kesehatan bagi tenaga kesehatannya.
Upaya
kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU
Kesehatan Tahun 1992, Pasal 23, dalam Depkes, 2006).
Kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam upaya kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi
antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang
optimal.
Beban
kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan
dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik
maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan
fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja.
Beban
kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga kesehatan, dimana
53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan pelayanan
kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang
(Gani, dalam Irwandy, 2007). Tenaga kesehatan khususnya perawat, dimana
analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti
tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya, begitupun tugas
tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas
kerjanya sesuai dengan pendidikan yang ia peroleh, waktu kerja yang
digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang
berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu
perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik (Irwady, 2007).
Banyaknya
tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh perawat dapat menganggu
penampilan kerja dari perawat. Akibat negatif dari banyaknya tugas
tambahan perawat diantaranya timbulnya emosi perawat yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan dan berdampak buruk bagi produktifitas perawat
(Irwady, 2007). Menurut hasil survey dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,9%
perawat yang bekerja di empat propinsi di Indoonesia mengalami stress
kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja
terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai.
Namun, perawat di rumah sakit swasta dengan gaji lebih baik ternyata
mengalami stress kerja lebih besar dibandingn perawat di rumah sakit
pemerintah yang berpenghasilan rendah. Sementara hasil penelitian yang
dilakukan International Council of Nurses (ICN)
menunjukkan, peningkatan bdban kerja perawat dari empat pasien jadi enam
orang telah mengakibatkan 14% peningkatkan kematian pasien yang dirawat
dalam 30 hari pertama sejak dirawat di rumah sakit. Ini menunjukkan
adanya hubungan antara jumlah kematian dengan jumlah perawat per pasien
dalam sehari (Rachmawati, 2007).
Perhitungan
beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental dan
panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan
kriteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan
beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan
aspek pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan
waktu untuk bekerja (Adipradana, 2008). Aspek mental atau psikologis
lebih menekankan pada hubungan interpersonal antara perawat dengan
kepala ruang, perawat dengan perawat lainnya dan hubungan perawat dengan
pasien, yang dapat mempengaruhi keserasian dan produktifitas kerja bagi
perawat sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan
keperawatan terhadap pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Upaya Kesehatan Kerja
Upaya
kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan dirinyan sendiri maupun masyarakat
disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU
Kesehatan tahun 1992, Pasal 23, dalam Depkes RI, 2006).
B. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Menurut
Depkes RI (2006), Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian
antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik
maupun psikis dalam hal cara atau metode kerja, proses kerja dan kondisi
yang bertujuan untuk :
1. Memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja disemua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, psikis atau mental maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan
pekerjaan dan perlingdungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
C. Komponen Kesehatan Kerja
Menurut
Depkes RI (2006), ada tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana
hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan
menghasilkan kesehatan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Adapun
ketiga komponen kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas kerja
Kapasitas
kerja yang baik seperti status kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan
pekerja sebagai modal awal seorang untuk melakukan pekerjaan harus pula
mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain.
2. Beban kerja
Beban
kerja meliputi beban kerja fisik maupun psikis atau mental. Akibat
beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit
akibat kerja.
3. Lingkungan kerja
Kondisi
lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan
lain-lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban
tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
D. Pengertian Beban Kerja Perawat
Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Irwandy, 2007).
Beban
kerja merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan bagi seorang
tenaga kerja untuk mendapatkan keserasian dan produktivitas kerja yang
tinggi selain unsur beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas
kerja (Sudiharto, 2001).
Perawat
adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan (UU Kesehatan No. 23, 1992, dalam Gaffar, 1999).
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah
frekuensi kegiatan rata-rata dari sesdorang yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya dalam jangka waktu tertentu.
E. Kelebihan Beban Kerja
Pengelolaan
tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan
keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif dan
tidak efisien yang memungkinkan ketidakpuasan bekerja yang pada akhirnya
mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan
yang merosot (Bina Diknakes, 2001).
Kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh perawat meliputi (French dan Caplan, 1973) :
1. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.
2. Terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien.
3. Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien.
4. Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam.
5. Kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah pasien.
6. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan.
7. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas.
8. Tuntutan keluarga untuk keselamatan dan kesehatan pasien.
9. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
10. Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien di ruangan.
11. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.
12. Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter (memberikan obat-obatan secara intensif).
13. Tindakan untuk selalu menyelamatkan pasien.
Prestasi
suatu organisasi atau perusahaan yang buruk dapat dengan mudah
terjadinya penghentian tenaga kerja yang besar-besaran ataupun
menyebabkan diperlukannya banyak sekali waktu untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan (Tulus, 1996).
Salah
satu cara untuk mengurangi beban kerja perawat yang terlalu tinggi
adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang cukup baik kuantitas maupun
kualitasnya sesuai dengan tuntutan kerja. Semakin banyak pasien yang
ditangani seorang perawat selama periode waktu tertentu, maka semakin
berat atau besar beban kerja perawat tersebut (Gilles,
1996). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya
tergantung pada seimbangnya antara jumlah tenaga perawat dengan beban
kerjanya di suatu rumah sakit.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Menurut
Swanburg C. R. (1993), dikatakan bahwa secara nasional kekurangan
tenaga perawat sekitar 100.000 perawat rumah sakit. Dalam hal yang
bersamaan terjadi peningkatan usia harapan hidup lebih dari 65 tahun,
yang merupakan konsumen utama pelayanan keperawatan. Tenaga keperawatan
menurun pada saat kebutuhan konsumen atau klien
meningkat, sehingga beban kerja perawat semakin meningkat. Faktor lain
yang mempengaruhi beban kerja disamping faktor jumlah tenaga dan jumlah
konsumen atau klien, adalah faktor ketrampilan majemen perawat atau pengalaman kerja perawat dan faktor tingkat pendidikan perawat (Samba, 2000).
G. Perhitungan Tenaga Perawat.
Menurut Suyanto (2008), perhitungan tenaga kerja perawat perlu diperhatikan hal-hal, sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan.
a. Faktor
klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien sesuai
dengan jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan fluktuasinya,
keadaan sosial ekonomi dan harapan pasien dan keluarga.
b. Faktor
tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan, kebijakan
pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan personalia, tingkat
pendidikan dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesialis dan sikap
ethis professional.
c. Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, lay out
keperawatan, fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengkapan
peralatan medik atau diagnostik, pelayanan penunjang dari instalasi lain
dan macam kegiatan yang dilaksanakan.
d. Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan kebijakan pembinaan dan pengembangan.
2. Rumusan perhitungan tenaga perawat
a. Peraturan
Men.Kes.R.I. No.262/Men.Kes./Per/VII/1979 menetapkan bahwa perbandingan
jumlah tempat tidur rumah sakit dibanding dengan jumlah perawat adalah
sebagai berikut :
Jumlah tempat tidur : Jumlah perawat = 3-4 tempat tidur : 2 perawat.
b. Hasil Work Shop Perawatan oleh Dep.Kes RI di Ciloto Tahun 1971 menyebutkan bahwa :
Jumlah tenaga keperawatan : pasien = 5 : 9 tiap shift.
c. Menggunakan sistem klasifikasi pasien berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga.
H. Psikologis Kerja Perawat
Perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan selalu berinteraksi sosial dengan
orang lain, terutama dengan pasien, teman sejawat dan atasan langsung
yaitu kepala ruangan. Menurut Sunaryo (2004) interaksi sosial merupakan
salah satu bentuk hubungan antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu, seorang perawat hendaknya dapat memahami kepribadian
pasien, keluarga pasien, teman sejawat dan atasan langsung. Perawat
hendaknya memahami perbedaan yang ia miliki dan menyadari ciri
masing-masing sehingga tidak menjadi beban dalam menjalankan tugasnya.
Adanya
kerja sama antara perawat dengan perawat dan perawat dengan kepala
ruangan serta kerja sama antara perawat dengan pasien yang dirawatnya
akan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Tidak terjalinnya kerja
sama dengan baik akan menimbulkan beban psikologis bagi perawat selain
juga beban fisik yang dialaminya. Beban psikis yang berlebihan
menyebabkan perawat mengalami stress kerja, sering merasa pusing, lelah,
dan tidak dapat istirahat dengan nyenyak. Akibat beban kerja yang
terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat
kerja (Depkes, 2006).
Efek
psikologis yang paling sederhana dan jelas dari kelebihan beban kerja
adalah stress kerja yang mengakibatkan menurunnya motivasi kerja perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan. Motivasi sangat dibutuhkan oleh
seorang perawat sebagai dorongan untuk meningkatkan gairah kerja.
Kinerja perawat timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap
tugas pekerjaan yang dilakukan perawat. Stress
kerja disebabkan oleh konflik kerja, beban kerja, waktu kerja,
karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan
(Rusman, 2006).
PEMBAHASAN
A. Aspek Psikis Beban Kerja Perawat dengan Kepala Ruangan
Kepala
ruangan merupakan seorang pemimpin, mengatur dan mengarahkan para
perawat yang bertugas dalam ruang perawatannya. Dalam ini seorang kepala
ruangan berperan sebagai seorang pemimpin dan manajer. Sebagai seorang
konsultan dan pengendalian mutu asuhan keperawatan yang diberikan oleh
perawat pelaksana, tugas kepala ruangan meliputi : melaksanakan
orientasi perawat baru, menyusun jadwal dinas, memberi penugasan para
perawat pelaksana, mengevaluasi asuhan keperawatan dan merencanakan
pengembangan staf.
Mengarahkan,
menggerakkan dan memotivasi staf perawat bekerja dengan sebaik-baiknya
adalah salah satu fungsi dari kepala ruangan. Sering dijumpai seorang
perawat melaksanakan tugas tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan.
Hal ini semata mata bukan kesalahan atau kekeliruan perawat tetapi
sering juga disebabkan oleh kurangnya pengarahan dari kepala ruangan
sebelum tugas dilaksanakan. Pengarahan yang kurang tepat dapat
menimbulkan beban psikis bagi perawat dalam melaksanakan tugasnya. Beban
psikis semakin berat bila perawat mengalami kelebihan beban kerja dan
perhitungan tenaga kerja yang dilakukan oleh kepala ruangan tidak sesuai
dengan kebutuhan tenaga keperawatan. Kelebihan beban kerja dapat
terjadi karena harapan kepala ruangan terhadap pelayanan yang
berkualitas, sedangkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat
tidak sebanding sehingga bisa menjadi beban psikis bagi perawat
bersangkutan. Hal lainnya bisa karena adanya tanggung jawab yang tinggi
dalam melaksanakan asuhan klien di ruangan. Menurut Rusman (2006),
pengaruh kepemimpinan bisa menyebabkan timbulnya stress kerja akibat
beban kerja berlebihan yang dilimpahkan oleh kepala ruangan sebagai
pimpinan.
Untuk
menciptakan hubungan yang harmonis antara perawat dengan kepala
ruangan, maka kepala ruangan harus memiliki kemampuan seperti memberikan
pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh
pelaksana keperawatan, memberikan saran/nasehat dan bantuan kepada
pelaksana keperawatan, memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat
kerja pelaksana keperawatan, memberikan latihan dan bimbingan yang
diperlukan serta memberikan penghargaan bagi yang berprestasi dan
hukuman bagi yang melanggar peraturan. Selain dari kepala ruangan,
perawat juga diharapkan dapat melaksanakan arahan yang diberikan oleh
kepala ruangan dan melaksanakan tanggung jawab yang diberikan dengan
sebaik-baiknya.
B. Aspek Psikis Beban Kerja Perawat dengan Perawat
Peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilaksanakan secara
langsung atau tidak langsung kepada pasien. Pemberian asuhan keperawatan
tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh perawat tapi perlu adanya kerja
sama dengan anggota tim dan antar tim perawat.
Beban
kerja yang berlebihan dan ketidakmampuan tim mengkoordinir tugas akan
menimbulkan konflik antar anggota tim perawat. Bila setiap perawat tidak
mampu mengontrol emosinya akan meningkatkan konflik yang berakibat
terhadap teganggunya pelayanan keperawatan yang diberikan. Beragamnya
jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh perawat bila tidak ada kerja
sama yang baik akan menjadi beban psikis bagi perawat untuk itu perlu
adanya tanggung jawab dari tim perawat yang bekerja. Perlu juga adanya
kecocokan diantara sesama tim perawat guna mengurangi ketegangan dan
perbedaan prinsip satu dengan yang lainnya.
Hubungan
mengurangh beban psikis karena beban kerja maka, antar sesama perawat
sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja perawat, untuk itu perlu
adanya kerja sama yang baik antara perawat dengan perawat dan adanya
rasa tanggung jawab setiap melaksanakan tindakan keperawatan. Antar
sesama anggota tim perawat perlu adanya rasa
saling pengertian sehingga dalam memberikan asuhan, perawat dapat saling
menutupi kekurangan yang dimiliki sehingga pelayanan yang diberikan
kepada pasien dapat optimal.
C. Aspek Psikis Beban Kerja Perawat dengan Pasien
Pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya mencakup kebutuhan biologis, sosial, psikologis dan spiritual
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya kemauan menuju kemandirian pasien (Gaffar, 1999).
Jumlah
pasien yang tidak sesuai dengan jumlah perawat, dalam hal ini jumlah
pasien yang lebih banyak dari jumlah perawat akan menimbulkan beban
psikis bagi perawat. Menurut Rachmawati (2007) tidak memadainya jumlah
dan kualifikasi perawat ternyata berhubungan dengan kejadian gangguan
psikis pada perawat. Kurang kooperatifnya pasien juga bisa menimbulkan
beban psikis bagi perawat oleh karen` perawat perlu waktu dan tenaga
yang lebih banyak untuk pasien yang kooperatif serta setiap tindakan
yang diberikan kepada pasien tidak dipatuhi oleh pasien. Kelebihan beban
kerja yang menyebabkan beban psikis bisa terjadi karena perawat harus
melaksanakan observasi pasien secara ketat selama kerja, kontak langsung
perawat dengan klien secara terus menerus selama 24 jam, tuntutan
keluarga pasien untuk keselamatan dan kesehatan pasien, serta menghadapi
pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.
Hal-hal tersebut bisa menjadi beban psikis bila perawat yang
bersangkutan kurang pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Perawat
perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik, oleh karena setiap
pasien mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga cara komunikasi kepada
pasien juga disesuaikan dengan individu setiap pasien. Perawat harus
meningkatkan kemampuan yang dimilikinya supaya bisa mengikuti
perkembangan dalam ilmu kesehatan khususnya perawatan agar tindakan yang
dilaksanakan bisa mempercepat proses penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Gaffar, L.O.J. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Gillies. (1996). Manajemen Keperawatan, Edisi ke dua, Philadelphia.
Samba S. (2000). Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Suyanto. (2008). Mengenal Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan Di Rumah Sakit. Jogjakarta : Penerbit Mitra Cendikia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar