A. Pengertian
Bunuh
diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan
akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis,
1998).
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
B. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri
Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut :
1. Faktor Mood dan Biokimia Otak.
Ghanshyam
Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan
bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood
yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta
tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di
antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat
aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih
rendah dibandingkan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Temuan yang dipublikasikan di jurnal Archives of General Psychiatry
menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi
sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.
Psikolog
dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat
menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat
menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus
mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu
keinginan bunuh diri.”
2. Faktor Riwayat Gangguan Mental.
Studi
lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada
pasien-pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.”
Namun masih menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh
sedemikian. Peter Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research
Instiute, mengatakan bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final.
Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah rusak akibat
waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden depresi pada remaja dan
mereka yang berusia muda cenderung meningkat di tahun-tahun belakangan
dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda meninggal
akibat bunuh diri.
3. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.
Menurut
Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka
yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan
disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak
secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor
genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang
berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis
juga.
Dalam
kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu,
biasa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh
diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di
sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang, seperti
rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di
ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu biasa menyebabkan
perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya
dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori
dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak
yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu
diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa
psikiater atau dokter. Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu
caranya sama seperti yang ada di dalam memorinya? – tidak selalu begitu.
Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia melakukan cara yang sama
seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang
pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti
minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang
pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya
dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.
4. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.
Menurut
Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar
terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari
Seremban, Kuala Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar
bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang
mempunyai tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu
menyebabkan pelajar merasa terasing karena karena tidak mempunyai
kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di sekolah
dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir
akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak
dipedulikan oleh keluarga.
Orang
memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena
kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan,
keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian
pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal
merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa
dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh diri isteri, kemudian
dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.
Rasa
tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di
Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman
untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat
tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang
hingga tahap bunuh diri.
Menurut
Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran,
kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau
karena tekanan-tekanan lain.
6. Faktor Religiusitas.
Dengan
alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan
mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.
C. Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu
tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga
dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu
terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa
kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal
ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya
karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhan-kebutuhannya.
D. Pengkajian
Bunuh
diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien
melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat
bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada
kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/
putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman
bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun
dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan
bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
E. Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH DIRI
G. Rencana Keperawatan
TUM :
Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saking percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar