clixsense

Kamis, 29 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
B. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri
Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut :
1. Faktor Mood dan Biokimia Otak.
Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.
Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor Riwayat Gangguan Mental.
Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research Instiute, mengatakan bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di tahun-tahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda meninggal akibat bunuh diri.
3. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.
Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.
4. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.
Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing karena karena tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh keluarga.
Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.
Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran, kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau karena tekanan-tekanan lain.
6. Faktor Religiusitas.
Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.
C. Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
D. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
E. Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH DIRI
G. Rencana Keperawatan
TUM :
Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saking percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar